Daily Journal: Nikmatnya Sajian Roti Toko Roti Encep Sumedang yang Legendaris

Potongan roti itu dicelup ke dalam seperempat gelas kopi tubruk. Menyerap kisah-kisah romantis tempo dulu. Resep yang dijaga turun temurun mengantarkan generasi ke generasi menikmati roti legendaris yang berada di Sumedang.


Baru saja hujan reda, bermodalkan kamera yang Akka bawa. Akhirnya, kami memutuskan untuk menjawab rasa penasaran akan jajanan Sumedang tempo dulu. Dari cerita nenek dan kakek, Toko Roti Encep yang sering mereka sebut.

Memasuki teras toko roti yang dihiasi lampion khas Imlek, kami disambut hangat oleh dua orang penjaga toko. Wanita separuh baya itu menghampiri kami yang sedang memilih roti di etalase depan. Sore itu, hanya tersedia roti polos, roti kombinasi, roti kopyor dan roti pisang saja.




Setelah memperkenalkan diri, akhirnya kami diizinkan untuk masuk ke ruangan kasir. Kami benar-benar diajak bernostalgia. Ia menunjukan foto toko pertamanya, dulu masih di depan Taman Endog. Nampak foto hitam putih itu diambil dari berita harian yang merekam kondisi pasar Sumedang. Sedangkan satu fotonya lagi diambil tahun 90’an.





“Dulu tidak hanya roti, kue kering dan bolu juga ada. Bahkan bahan-bahan membuat kue juga tersedia.”

Lelaki separuh bayapun ikut bercerita, menahan makanan yang sedang Ia kunyah. Ia memperkenalkan foto keluarganya. Toko Roti Encep adalah toko turun temurun, perintis pertamanya ialah Lie Hong Gan. Kemudian diteruskan oleh Lie Kim Seng yang merupakan ayah dari generasi ketiga, Lie Kiok Eng yang sedang bercerita dengan kami.




Saya langsung penasaran dengan nama Encep. Bukankah sebutan Encep berasal dari ‘kasep’ yang artinya tampan ya? Ternyata Encep merupakan nama pemberian dari Raja Sumedang Larang, Pangeran Mekkah. Terucap begitu saja panggilan Encep pada Lie Kim Seng. Dari situlah pertama toko rotinya diberina nama, Toko Entjep.

Ketika kami sedang bercerita, pembeli terus berdatangan. “Selain roti kombinasi, roti kopyor juga banyak dicari.” Kami melanjutkan kembali obrolan dengan pemilik toko. Awal berdiri tahun 1933 hanya roti tawar dan roti kombinasi empat rasa. “Baru saat kakak saya, Lie Kiok Law yang pegang, mengalami perkembangan pesat. Dia memang jago membuat kue. Banyak yang memesan kuenya.”

Menjaga roti agar tidak asing di lidah pecintanya terdahulu tentu harus konsisten dalam meracik resep yang sudah turun temurun. “Kita gak pake anti buluk, jadi roti hanya kuat bertahan tiga hari. Bahan-bahan terasa alami, gak terpengaruh rasa dan aroma anti buluk.”  Tidak heran jika penggemarnya sudah sampai ke luar kota seperti Majalengka dan Kadipaten.

“Beda kalau buah dari pohon yang ‘dipeuyeum’ dengan buah yang matang dari pohonkan? Begitu juga roti.”

“ Ada orang Orang Inggris yang datang, Ia mencoba rotinya, enak beda dari yang lain, begitu katanya.”

Kami tersenyum, memperhatikan dua orang pemilik toko yang berebutan menjawab rasa penasaran kami. Kami juga diajak untuk melihat dapur roti di belakang rumahnya. “Pemanggangnya sudah pake gas, gak pake tungku lagi.” Satu persatu diperkenalkannya, timbangan, pengaduk adonan, cetakan hingga proses pengemasan. Sayangnya, kita terlalu sore datang sehingga tidak bisa melihat proses produksi, “Di sini setiap hari produksi, jam 10 sampai jam 1 siang.”






Saya asyik memperhatikan detail dinding dapur yang terdapat ornamen khas Tionghoa. Bapak memang suka bercerita, Ia ceritakan juga toko kue yang terkenal, Toko Kue Aneka dan Toko Kue Ape. Berlanjut menceritakan bungkus roti yang digunakan pertama kali, “Pembungkus roti bberbahan kertas yang ada merek Encepnya sudah laku dijual pada para kolektor barang antik.”



Sudah merasa cukup kami kembali ke ruangan kasir, bapak membawakan Koran Sindo. “Ini banyak hal unik tentang perayaan imlek.” Saya manggut menerima koran, membuka satu lembar penuh mengenai perayaan imlek di Indonesia, beberapa makanan khasnya dan juga data kota perayaan imlek. “Ketika kemarin perayaan imlek toko kami tutup. Berkunjung ke rumah saudara yang ada di Pasteur. Sebenarnya toko gak pernah libur, tutup kalau ada acara keluarga saja.”




Masih betah untuk bercerita tapi kami masih ada janji lagipula tidak enak juga sih sudah terlalu lama kami di sini. Setelah membungkus dua roti isi pisang, akhirnya rasa penasaran kami terjawab. “Ya akan dipertahankan, generasi setelah kami keponakan yang akan melanjutkan Toko Roti Encep.” Tutupnya
Daftar harga:
Roti tawar 10ribu
Roti kombinasi 12ribu
Roti kopyor 8ribu
Roti isi pisang 4ribu
Roti kecil isi (cokelat, keju, susu, nanas) 2ribu
Rotinya memang beda dari yang lain, ketika kami meminta teman-teman kami mencobanya.
Mereka bertanya-tanya. "Roti mana kok enak?" Jangan lupa untuk coba!

Story & Photo by Atta & Akka.

No comments:

Post a Comment